Dari warung kecil di pojok jalan hingga restoran bintang lima di pusat ibukota, pembayaran digital saat ini telah diadopsi oleh berbagai jenis bisnis. Merchant yang mengadopsi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang diluncurkan oleh Bank Indonesia jumlahnya meningkat dari 5,8 juta menjadi 12 juta merchant dalam waktu kurang dari satu tahun, yakni dari Desember 2020 hingga Oktober 2021. Peningkatan pesat ini didorong oleh pembatasan aktivitas fisik di tengah pandemi COVID-19. Pembayaran digital bukan hanya mengubah wajah ekosistem pembayaran domestik, namun juga berpotensi menjadi jembatan bagi para pelaku usaha Indonesia untuk berekspansi ke pasar regional dan internasional.
Pembayaran digital memiliki kekuatan untuk mentransformasi ekonomi nasional dan telah menjadi penggerak ekonomi di kawasan yang lebih luas lagi yakni hingga ke luar negri. Riset oleh Google, Temasek, dan Bain & Company melaporkan bahwa Indonesia berkontribusi sebanyak 21 juta dari 60 juta konsumen digital baru di Asia Tenggara, atau sebesar 35%, sejak 2020 hingga paruh pertama 2021. Hal ini tidak terlepas dari pertumbuhan pesat dari adopsi dompet digital sejak tahun 2019 hingga 2022, nilai transaksi bruto (gross transaction value) dompet digital di Indonesia diperkirakan akan mengalami lonjakan dari 23% menjadi 28%.
Kehadiran pemain-pemain utama yang didukung oleh entitas besar di belakangnya, seperti GoPay dari Gojek dan ShopeePay dari Shopee, turut berkontribusi atas peningkatan adopsi dompet digital di masyarakat. Pada tahun 2020, Bank Indonesia melaporkan bahwa nilai transaksi uang elektronik tumbuh 38,62% dari 10 miliar USD di 2019 menjadi 13,95 miliar USD di tahun 2020.
Di tengah pertumbuhan dompet digital, disisi yang lain bank digital juga menunjukkan taringnya dan siap menyaingi dominasi alternatif pembayaran digital lainnya. Bank digital membawa kekuatan yang tidak dimiliki oleh dompet digital dan mampu menjadi daya tarik bagi generasi muda dimana bank digital memiliki fitur seperti pemberian pinjaman dan pendaftaran kartu kredit.
Kompetisi pasar bank digital di Indonesia pun semakin sengit dengan kian banyaknya pemain yang bermunculan, mulai dari Jenius milik Bank BTPN yang dikenalkan ke publik pada tahun 2016 hingga Digibank milik DBS, TMRW milik UOB, dan Bank Jago yang diluncurkan oleh ARTO. Meskipun peningkatan atas pengunduhan aplikasi bank digital di Indonesia baru mencapai 7% di tahun 2020, pemain baru kerap bermunculan dan mencatat pertumbuhan pangsa pasar yang berkembang pesat hingga mencapai 500%.
Laju pertumbuhan bank digital pun ikut didorong oleh dukungan pemerintah. Pada April 2021, Bank Indonesia mempelopori pembentukan Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (Satgas P2DD) yang bertujuan untuk meningkatkan integrasi ekonomi dan keuangan digital nasional. Kehadiran Satgas ini telah menjadi pendorong untuk penerbitan lisensi perbankan digital dengan dikeluarkannya peraturan perbankan yang baru.
Kesuksesan dompet digital menyediakan fondasi yang cukup kuat bagi bank digital untuk menggaet pelanggan yang kini sudah fasih untuk bertransaksi digital. Bahkan, bukan tidak mungkin apabila ke depannya dompet digital akan terintegrasi dengan bank digital. Dengan persentase sebesar 24%, saat ini Indonesia menempati urutan kedua tertinggi dunia (minus Tiongkok dan India) dalam jumlah orang dewasa yang memiliki rekening bank digital. Ini menunjukkan bahwa para pemain bank digital menatap peluang pasar yang menjanjikan.
Terlepas dari apapun metodenya, pembayaran digital telah berperan sebagai pintu gerbang yang meningkatkan inklusi keuangan di bagian terbawah piramida ekonomi dan berpotensi membawa bisnis lokal menuju pasar internasional.
Sebagai contoh untuk inklusi keuangan, dompet digital mengambil peran penting sebagai gerbang pertama bagi jutaan warung kecil dan UKM di Indonesia menuju layanan keuangan formal. Kemudahan penggunaan dompet digital yang tidak memerlukan akun bank menjadi salah satu daya tarik utama bagi pelanggan di berbagai lapisan masyarakat. Kekuatan ini dimanfaatkan oleh startup seperti Warung Pintar yang berkolaborasi dengan GoPay untuk membantu warung-warung di berbagai wilayah Indonesia mengembangkan skala bisnis mereka melalui adopsi pembayaran digital.
Tidak hanya terbatas pada akselerasi bisnis di dalam negeri, pembayaran digital juga membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menjangkau konsumen lintas negara. Melalui operasinya di Asia Tenggara dan jaringannya di seluruh dunia, 2C2P melihat secara langsung besarnya potensi pasar pembayaran digital, karena prosesnya yang mudah untuk menerima pembayaran transaksi barang dan jasa dari konsumen luar negeri yang akan membantu pengusaha indonesia untuk meraih pangsa pasar di luar negeri maupun sebaliknya. Sebagai salah satu contoh produk yang dimiliki oleh 2C2P adalah layanan EasyBills, dimana layanan tersebut mendapat minat konsumen yang cukup besar karena kemudahannya untuk membayar tagihan dari luar negeri atau membayar tagihan di luar negeri atau pengiriman saldo oleh para pekerja migran Indonesia ke anggota keluarga mereka di tanah air tanpa menunggu pengiriman uang sebulan sekali yang banyak membuat problem sosial terutama di migrant worker.
Kedepannya, platform yang mampu mengintegrasikan transaksi digital lintas batas berpeluang besar menjadi katalis bagi pelaku usaha di Indonesia untuk melebarkan sayapnya ke pasar internasional. Kehadiran layanan seperti ini pun perlu didukung oleh ekosistem yang kolaboratif antar pemain di industri pembayaran digital serta regulasi yang mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.